Arus Modal Asing Keluar dari Asia Terbesar dalam 3 ½ Tahun, Indonesia Paling Terdampak
| Arus Modal Asing Keluar dari Asia Terbesar dalam 3 ½ Tahun, Indonesia Paling Terdampak |
Arus modal asing keluar dari kawasan Asia tercatat mencapai angka tertinggi dalam tiga setengah tahun terakhir, didorong oleh penguatan dolar AS, ketidakpastian ekonomi global, dan kebijakan moneter ketat di negara maju.
Indonesia menjadi salah satu negara yang paling terdampak, terutama di sektor pasar obligasi dan saham.
Data dari Institute of International Finance (IIF) menunjukkan bahwa sepanjang kuartal III 2025, investor global menarik lebih dari US$27 miliar dari pasar keuangan Asia (tidak termasuk Jepang).
Angka ini menjadi arus keluar terbesar sejak pandemi 2021, dengan Indonesia, India, dan Korea Selatan menjadi negara yang mengalami tekanan paling signifikan.
“Investor global saat ini memilih aset dolar AS karena imbal hasil yang lebih tinggi dan risiko geopolitik yang meningkat di Asia,”
ujar Jonathan Fortes, analis ekonomi senior IIF, dalam laporan terbarunya.
Di Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat turun 2,3% dalam sepekan terakhir, sementara imbal hasil obligasi pemerintah tenor 10 tahun melonjak ke 7,12% — tertinggi sejak awal 2023.
Bank Indonesia (BI) menilai kondisi ini masih terkendali, meskipun perlu kebijakan stabilisasi tambahan untuk menjaga nilai tukar rupiah.
“Keluarnya modal asing sebagian besar bersifat jangka pendek dan dipicu oleh volatilitas global, bukan faktor fundamental domestik,”
jelas Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Senin (21/10).
BI juga memperkuat intervensi ganda di pasar valas dan surat berharga negara (SBN) untuk menahan fluktuasi yang berlebihan.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sempat menyentuh Rp16.150 per dolar, level terlemah dalam enam bulan terakhir, sebelum stabil di kisaran Rp15.950.
Kondisi ini mencerminkan arus keluar modal dari sektor keuangan domestik, meski masih tertahan oleh surplus neraca perdagangan yang kuat.
Analis memperkirakan, rupiah masih akan menghadapi tekanan hingga akhir kuartal IV, terutama jika The Fed menunda penurunan suku bunga acuan hingga 2026.
Keluarnya modal asing dari Asia didorong oleh kombinasi beberapa faktor global:
-
Kebijakan moneter ketat AS dan Eropa yang membuat imbal hasil obligasi mereka lebih menarik.
-
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan Laut China Selatan.
-
Perlambatan ekonomi Tiongkok yang mengurangi prospek pertumbuhan regional.
“Asia saat ini menghadapi dilema: harus menjaga stabilitas keuangan tanpa menekan pertumbuhan,” ujar ekonom DBS Bank, Maya Tan.
Pemerintah Indonesia menyiapkan langkah stabilisasi pasar dan penguatan fundamental ekonomi melalui:
-
Percepatan investasi langsung (FDI) untuk mengimbangi arus keluar portofolio.
-
Optimalisasi cadangan devisa untuk menjaga likuiditas valas.
-
Penguatan koordinasi fiskal-moneter dalam menghadapi gejolak global.
Selain itu, BI berencana memperluas kerja sama swap bilateral dengan beberapa bank sentral Asia untuk memperkuat ketahanan rupiah.
Meski arus modal asing keluar dari Asia mencapai puncaknya dalam 3½ tahun, fundamental ekonomi Indonesia dinilai masih solid.
Cadangan devisa yang tinggi, inflasi terkendali, serta komitmen reformasi struktural menjadi penopang utama stabilitas jangka menengah.
“Tekanan eksternal ini bersifat sementara. Fokus utama kini adalah menjaga kepercayaan investor dan memperkuat daya saing ekonomi nasional,”
tutup Perry Warjiyo.